BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Historiografi
Indonesia sangatlah penting demi perkembangan penulisan sejarah Indonesia. Penulisan
sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam masanya.
Penulisan sejarah (historiografi) ini merupakan fase atau langkah akhir dari
beberapa fase yang biasanya harus dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan
sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Awal perkembangan penulisan
sejarah di Indonesia dimulai dengan adanya penulisan sejarah dalam bentuk
naskah seperti : babad, hikayat, kronik, tambo, dan lain-lain yang termasuk
dalam kategori historiografi tradisional. Kemudian pada periode selanjutnya
berkembang historiografi modern yang sudah lebih dahulu berkembang di Barat
dengan ciri utama yang sangat mementingkan fakta.
B.
Rumusan Masalah
1.
Ingin mengetahui lebih
banyak seorang tokoh Historiografi Modern
J.C Van Leur.?
2.
Ingin mengetahui karya J.C Van Luer?
3.
Bagaimana sudut
pandang J.C Van Luer terhadap Nusantara?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui lebih
banyak lagi mengenai seorang tokoh Historiografi Modern J.C Van Luer.
2.
Mengetahui apa saja
karya-karya penulisan J.C Van Leur.
3.
Mengetahui bagaimana
pemikiran J.C Van Luer terhadap Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tokoh Historiografi
Modern J.C Van Luer
J.C Van
Leur adalah penulis Eropa pada masa kolonial yang tinggal di Indonesia dan
menulis sejarah Indonesia. Tulisan-tulisan yang dihasilkannya ikut mewarnai
perkembangan historiogrfi Indonesia, terutama menghadirkan model baru tulisan
sejarah (Indonesia). Ia belajar di Universitas Leidden, Belanda. Tesisnya yang berjudul
“Eenige beschouwingen becreffende den ouden Aziatischen handel” (Leiden, 1934).
Ketika di Indonesia ia bertugas sebagai controler di Tulungagung, pejabat
Algemeene secretarie di Bogor, kemudian menjadi perwira Angkatan Laut Belanda,
dan ia meninggal dalam pertempuran di Laut Jawa.[1]
B.
Penulisan Karya J.C
Van Leur
Penulisan
sejarah yang moderen di Indonesia diawali dengan penulisan sejarah penjajahan
Belanda. Penulisan sejarah ini dilakukan oleh para ahli sejarah yang merupakan
suatu team. Team penulis sejarah ini dipimpin oleh Dr. FW. Stapel. Buku yang
ditulis oleh team ini berjudul Geschedenis van Nederlandsch Indie (Sejarah
Hindia Belanda).[2]
Buku tersebut pada dasarnya tidak banyak menceritakan tentang peran bangsa
Indonesia, namun justru penjajah Belanda yang menjadi subjek atau pemeran utama
dalam cerita sejarah. Aspek-aspek yang positif lebih banyak ditekankan pada
orang Belanda, sedangkan bangsa Indonesia hanyalah sebagai pelengkap. Dimana
tokoh-tokoh penting dari orang Belanda dianggap sebagai orang besar, sedangkan
tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang oleh bangsa Indonesia dianggap sebagai
pahlawan, bagi Belanda sebagai orang yang jelek, orang jahat, dan berbagai
citra negatif lainnya.
Penulisan
sejarah yang seperti tersebut diatas selanjutnya menimbulkan kritikan yang
dianggap perlu sebagai bentuk nasionalisme dalam historiografi dengan penulisan
sejarah yang dilihat dari kaca mata bangsa Indonesia. Menempatkan bangsa
Indonesia sebagai tokoh sentral, pemeran utama bukan malah sebagai figur yang
negatif.
Seorang
pelopor penulisan historiografi Indonesia modern salah satunya adalah J.C van
Leur. Jika awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi
sebagai penjahat, maka tokoh ini, dengan adanya Indonesianisasi maka
kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda
sebagai penjahat tetapi alur ceritanya tetap sama dengan penulisan sejarah yang
mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya,
baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya dari sudut pandang bangsa
Indonesia.
Pemikiran Van Leur juga banyak dipengaruhi
oleh sosiolog Jerman, Max Weber, sehingga karya-karyanya cenderung menggunakan
pendekatan sosiologis. Hal menarik yang ingin disampaikan Van Leur dalam
tulisannya, (Abad Ke-18 Sebagai Kategori Dalam Penulisan Sejarah Indonesia)
bahwa penulisan sejarah Indonesia harus berdasarkan perspektif bangsa Indonesia
dengan menggunakan sumber-sumber tradisional (hikayat, babad, puisi, cerita
rakyat, legenda dan mitos-mitos). Selain itu, J.C Van Leur menekankan adanya
penelitian lapangan dalam penulisan sejarah. Keberadaan ataupun peranan
penduduk pribumi juga harus dihadirkan dalam menuliskan sejarah Indonesia,
tidak hanya sekedar objek penulisan.
Periode
yang menjadi objek kajian utama sejarawan kolonial adalah periode kolonial,
dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. Ada beberapa ciri-ciri dari
historiografi kolonial Belanda, yakni. Pertama, umumnya karya yang dihasilkan
oleh sejarawan kolonial ditulis di negeri Belanda dan penulisnya tidak pernah
berkunjung ke Indonesia atau dalam istilah Van Leur, sejarah yang ditulis dari
atas geladak kapal atau gudang-gudang loji. Kalaupun ditulis di Indonesia,
data-datanya hanya berdasarkan informasi dari pejabat-pejabat pribumi dan
pejabat kolonial. Kedua, lebih menonjolkan peran orang-orang Belanda di
Indonesia. Kebanyakan membahas pemerintahan kolonial dan pejabat-pejabatnya,
terutama aktivitas pemerintah kolonial dalam bidang politik, ekonomi, dan
institusional. Ketiga, Menggunakan perspektif eropasentris, aktivitas penduduk
pribumi tidak mendapat perhatian. Dengan kata lain, bangsa pribumi hanya
diletakan sebagai objek. Keempat, penggunaan sumber-sumber pribumi seperti
syair, hikayat dan babad cenderung diabaikan. Sumber-sumber pribumi dianggap
memiliki kualitas rendah dan tidak rasional.[3]
Menurut
Van Leur karya-karya pada abad 18 banyak menjelaskan tentang perdagangan,
peperangan, kerajaan, dan kota-kota yang ada di dengan tanpa melihat kondisi
bangsa Indonesia secara langsung. Ilmuwan ini memandang negara-negara Timur
dari perspektif Barat. Hal inilah yang coba dibantahnya, bahwa ternyata apa
yang digambarkan dalam karya-karya pada masa Kolonial tidak sesuai dengan
kenyataan saat itu. Misalnya, karya Dr. Godee Molsbergen yang mengemukakan
bahwa sejarah VOC dalam abad kedelapan belas merupakan refleksi dari sejarah
Belanda yang ketika itu muncul sebagai suatu kekuatan yang menentukan Eropa.
J.C Van Leur menyanggah pendapat ini dengan mengatakan bahwa abad kedelapan
belas tidak berbeda dengan abad ketujuh belas dimana VOC bukan kekuatan yang
menentukan perkembangan sejarah di Asia, tetapi kekuatan Asia yang terletak
pada kerajaan-kerajaannya.
Selain
itu, VOC harus mengikuti pola-pola perdagangan tradisional yang berlaku di
daerah koloninya. Kekuatan VOC justru terletak pada kemampuannya memanfaatkan
situasi politik pada kerajaan-kerajaan lokal. Biasanya VOC berperan sebagai
juru damai atau memihak pada salah satu pihak dalam konflik antar kerajaan atau
dalam sebuah kerajaan. Atas bantuannya tersebut, VOC biasanya diberikan hadiah
berupa hak penguasaan atas wilayah tertentu. Jadi, kekuatan armada VOC pada
abad 18 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kekuatan kerajaan-kerajaan lokal,
bahkan terkadang justru kerajaan lokal memiliki pasukan yang jauh lebih kuat
daripada armada VOC itu sendiri. Olehnya itu, Van Leur menyatakan bahwa sejarah
Hindia Belanda (Indonesia) tidak boleh disamakan dengan sejarah Kompeni
(Kolonial) abad ke-17. Meskipun demikian, Van Leur memuji karya Raffles
“History of Java” yang berhasil menjelaskan kebudayaan Jawa dengan baik dan tak
ada taranya.
Penulisan
sejarah Indonesia menjadi menarik dengan kehadiran karya Van Leur dengan
mengemukakan sebuah perspektif baru dalam menulis sejarah Indonesia, perspektif
orang Indonesia atau dalam sebutan beliau, menghadirkan orang Indonesia dalam
penulisan sejarahnya. Perspektif inilah yang menjadi dasar kehadiran
historiografi Indonesiasentris. Konstribusi penting Van Leur membuka wacana
baru dalam penulisan sejarah, karena yang terpenting dalam historiografi yakni
menghadirkan data-data baru yang bersifat lokal. Hal ini dimaksudkan sebagai
upaya menulis sejarah yang lebih berimbang lagi dan benar-benar komprehensif.
Inilah pelajaran penting dari karya Van Leur ini, yakni meletakkan arah baru
(perspektif) penulisan sejarah Indonesia. Artinya tulisan yang tidak hanya
berdasarkan pandangan kaum kolonial saja, tetapi menghadirkan pandangan orang
Indonesia atas sejarahnya sendiri dengan menjadikan sumber-sumber lokal
(historiografi tradisional) sebagai sumber sejarah dalam penulisan sejarah.
C.
Pandangannya Mengenai
Nusantara
Kajian yang menggambarkan dinamika
perdagangan masyarakat lokal di Nusantara dilakukan oleh J.C. van Leur. Dia
dianggap sejarawan yang juga mempelopori kajian sejarah maritim yang mengkritik
cara penulisan historiografi kolonial tentang sejarah ekonomi di Nusantara.
Dalam kumpulan tulisan yang dibukukan setelah dia meninggal kita dapat
membacanya dalam “Indonesian Trade and Society: Essays in Asian and Economic
History”.[4] Dalam
bukunya itu, dia melihat perkembangan dari pelayaran dan perdagangan pribumi
yang marak selama kekuasaan VOC berkuasa di Nusantara.
Namun van Leur masih terpengaruh dengan cara
pandang bahwa ekonomi Eropa berkembang dengan baik karena adanya kapitalisme,
sedangkan perdagangan pribumi berkembang secara terbatas. Kesimpulan dari penelitiannya
menunjukkan bahwa kegiatan dan motivasi ekonomi yang muncul dalam kegiatan
pelayaran niaga adalah peddling trade (perdagangan penjaja). Peddling trade
adalah perdagangan dengan kapasitas dan ciri-ciri tertentu. Pertama-tama
perdagangan dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, dari pulau ke pulau, dan
dari benua ke benua dengan membawa sejumlah barang dagangan tertentu yang tidak
besar volumenya.
Pedagang tersebut mengunjungi satu pelabuhan
ke pelabuhan yang lain sampai barang dagangannya habis. Tidak terdapat sikap
yang menonjol dalam kapitalisme modern, yaitu investasi modal dari keuntungan.
Perbedaan lainnya adalah bahwa barang dagangannya tidak banyak dibandingkan
dengan kapitalisme modern yang menghasilkan komoditas dalam jumlah massal.
Sebab itu tidak mengherankan bahwa barang yang diperdagangkan hanya barang yang
mahal dan mewah. Sementara itu ada sedikit pedagang besar yang didominasi oleh
kaum bangsawan (merchant gentlement.)[5]
Dalam uraian selanjutnya Van Leur
menggambarkan ukuran kapal-kapal layar di Nusantara yang paling besar berbobot
100 ton, di India sekitar 200 ton, dan di Cina sekitar 600 ton. Namun secara
keseluruhan daya muat semua kapal di Nusantara diperkirakan 50.000 ton.[6] Dengan
kaca mata Asia sentris Van Leur berupaya mengkritik para sejarawan kolonial
yang tidak melihat perdagangan oleh orang Asia termasuk juga di Nusantara
sebagai sesuatu yang otonom yang ada sejak dahulu.
Banyak para sejarawan yang tertarik dengan
konsep Van Leur tentang pandangan Asia sentrisnya itu, namun tidak mengulas
argumennya tentang perdagangan di Asia yang dia tuliskan. Sebuah buku yang
ditulis sejarawan ekonomi Inggris yang berasal dari India yaitu Dr. K. N.
Chauduri[7] mengemukakan
konsep emporia trade atau perdagangan emporium. Penelitian Chauduri ini
menyanggah pendapat Van Leur yang mengemukakan tidak adanya perubahan selama
ribuan tahun dalam pelayaran niaga di Asia. Menurutnya sejak abad ke-10 M sudah
muncul apa yang dinamakan emporia trade yaitu pelayaran niaga melalui beberapa
kota pelabuhan terbesar seperti Aden, Hormus, Calicut, Malaka, Kanton, dan
sebagainya. Para pedagang Asia berlayar dari satu emporia ke emporia lain tanpa
harus mengarungi seluruh rute perdagangan itu dari Asia Barat sampai ke Cina.[8] Perdagangan seperti itu melahirkan bandar-bandar besar yang
memiliki fasilitas yang memadai untuk persinggahan kapal-kapal besar.
Konsep perdagangan emporia ini menggugurkan
konsep Van Leur tentang perdagangan penjaja. Menurut Chauduri perdagangan
penjaja terlalu sederhana untuk dipakai memahami pelayaran niaga di Asia
sebelum abad ke-18. Menurutnya para pedagang besar atau yang disebut oleh Van
Leur sebagai merchant gentlemen merupakan kategori pedagang yang terpenting dan
menentukan dalam pelayaran emporia. Namun demikian kita berhutang budi kepada
Van Leur karena telah berjasa membuka cakrawala baru dalam penulisan sejarah di
Indonesia.
BAB III
PENUTUP
J.C. Van Leur merupakan tokoh penting dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya dalam penulisan sejarah. Dia merupakan
peletak dasar dari adanya pandangan Indonesiasentris dalam penulisan
historiografi modern dengan meletakkan orang-orang Indonesia sebagai pelaku
utama dari sejarah Indonesia. Apa yang dilakukan mereka berdua adalah dengan
mengubah adanya pandangan religio-magis serta kosmologis diganti dengan
pandangan empiris-ilmiah, adanya pandangan etnosentrisme diganti dengan
pandangan nationsentris dan adanya pandangan sejarah kolonial-elitis diganti
dengan sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan yang mencakup berbagai
lapisan sosial. Sehingga melalui karya-karyanya mampu mengungkapkan dinamika
masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat
dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah, khususnya
Historiografi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Didik Pradjoko. Modul I Sejarah Indonesia:
Hibah Modul Pengajaran: Content Development Tema B1. Depok: Universitas
Indonesia, 2008.
Miftahul Falah. Pengantar Historiografi:
Diktat Mata Kuliah Historiografi dan Historiografi Indonesia. _______:
Universitas Padjadjaran, 2008.
http://sejarawan/dan/karyanya_luaydpk.htm, diakses pada
tanggal 3 November 2013, pada pukul 15.15 WIB.
http://clio1673.blogspot.com/2013/01/jc-van-leur-abad-ke-18-sebagai-kategori.html, diakses pada tanggal 3 November 2013, pukul 14.46 WIB.
http://miliknyadinda.blogspot.com/2013/06/historiografi-modern-van-leur-dan.html, 1 Nov 2013 Pukul 06.58 WIB
[1] Kutipan ini diambil dari http://sejarawan/dan/karyanya_luaydpk.htm, diakses pada
tanggal 3 November 2013, pada pukul 03.15 WIB.
[2] Kutipan ini diambil dari http://miliknyadinda.blogspot.com/2013/06/historiografi-modern-van-leur-dan.html, diakses pada tanggal 1 Nov 2013 Pukul 06.58 WIB
[3]Kutipan ini diambil dari http://clio1673.blogspot.com/2013/01/jc-van-leur-abad-ke-18-sebagai-kategori.html,
diunduh pada tanggal 3 November 2013 pada pukul 14.17 WIB.
[4]Van Leur, J.C.,
Indonesian Trade and Society: Essays in Asian and Economic History, Bandung,
Sumur Bandung, Bandung, 1960.
[5]RZ. Leirissa, “Dr. J.C.
Van Leur dan Sejarah Ekonomi: Suatu Tinjauan Historiografi”, dalam Taufik
Abdullah, eds., Sejarah Indonesia: Penilaian Kembali Karya Utama Sejarawan
Asing, PPKB-LP UI, Depok, 1997,hlm. 191.
[6] Taufik Abdullah, eds.,
Sejarah Indonesia: Penilaian Kembali Karya Utama Sejarawan Asing, PPKB-LP UI,
Depok, 1997, hal. 192
[7] Miftahul Falah. Pengantar
Historiografi: Diktat Mata Kuliah Historiografi dan Historiografi Indonesia.
_______: Universitas Padjadjaran, 2008. hlm. 64.
[8] Lihat artikel RZ.
Leirissa, “Dr. J.C. Van Leur dan Sejarah Ekonomi: Suatu Tinjauan Historiografi”,
dalam Taufik Abdullah, eds., op. cit., hal. 201-202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar