BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sri Lanka adalah sebuah negara pulau di pesisir tenggara India. Nama resmi dari
Negara ini adalah Republik Sosialis Demokratik Sri Lanka. Akan tetapi sampai
tahun 1972, negara ini dikenal dengan nama Ceylon, sebutan yang diberikan pada
masa kolonialisme Inggris. Pulau ini juga dikenal dengan nama Lanka,
Lankadeepa, Simoundou, Taprobane, Serendib dan Selan. Ibu kota dari Negara ini
sendiri adalah Colombo. Sri Lanka merdeka pada 4 Februari 1948 dan merupakan
anggota negara-negara persemakmuran.
Banyak
peristiwa yang terjadi di Sri Lanka dan Kebanyakan Peristiwa tersebut berasal
dari system politik yang dijalankan di negara tersebut. Konflik yang hingga
saat ini masih bisa kita lihat yaitu konflik Tamil yang melibatkan Negara
tetangga India. Perang ini amatlah erat hubungannya dengan system perpolitikan
yang ada di Sri Lanka. Akibat dari konflik ini tidak semua berdampak pada segi
negatifnya melainkan banyak segi positifnya termasuk hubungan Sri Lanka dengan
Indonesia yang terjalin erat.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa bentuk pemerintahan Sri Lanka?
2.
Bagaimana kebijkan birokrasi tentang kebebasan pers?
3.
Apa saja konflik yang terjadi di Sri lanka?
4.
Apa saja hubungan internasional dengan negara lain terutama dengan
Indonesia?
C.
Tujuan
1. Mengetahui sistem politik
di Sri lanka.
2. Mengetahui birokrasi
yang berkaitan dengan kebebasan press di Sri lanka
3. Mengetahui konflik di
Sri lanka.
4. Mengetahui hubungan
dengan Indonesia.
.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Bentuk Pemerintahan Sri Lanka
Sri Lanka adalah sebuah
Negara persemakmuran yang memiliki bentuk Negara Republik jadi kepala Negara
Sri Lanka dipimpin oleh seorang presiden. Negara ini menganut sistem multi
partai. Sejak negara ini memperoleh kedaulatan pada tahun 1947, Partai
Kemerdekaan Sri Lanka hampir selalu mendominasi pemilihan umum yang diadakan.
Partai oposisinya yang paling dominan adalah Partai Nasional Bersatu (United
National Party). Kepala pemerintahannya adalah seorangpresiden yang
dipilih untuk masa jabatan selama enam tahun.[1] Kemudian Presiden
mengangkat seorang perdana menteri dan anggota kabinet.
Pengangkatan ini berdasarkan suara terbanyak dari hasil pemilihan umum.
Berdasarkan amandemen yang ditetapkan tahun 1982,
presiden memiliki kekuasaan untuk mengadakan pemilihan umum kembali minimal
empat tahun setelah memangku jabatan. Untuk memudahkan pemerintahan daerah, Sri
Lanka terbagi dalam beberapa distrik yang dikepalai oleh seorang gubernur.
Kekuasaan tertinggi bagi setiap pemerintahan daerah ini terdiri atas dewan
kotapraja, dewan kota, dewan urban dan dewan desa. Kekuasaan legislatif
dipegang oleh Majelis Tunggal, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (National State
Assembly). Setiap anggotaparlemen diangkat untuk masa jabatan enam
tahun. Sekalipun begitu, dalam keadaan mendesak, presiden memiliki kekuasaan
untuk mengadakan pemilihan umum setelah memangku jabatan selama empat tahun.
Ketika Aliansi Persatuan
Kemerdekaan Rakyat menang dalam pemilihan legislatif 2004,
banyak orang berharap bahwa Presiden Chandrika Kumaratunga menunjukLakshman Kadirgamar sebagai perdana
menteri. Tetapi karena ketidak populerannya atau karena ia seorang Tamil Sri
Lanka yang beragama Kristen, presiden kemudian menunjuk Rajapaksa. Ia disumpah
sebagai Perdana Menteri Sri Lanka yang ke-13 pada 6 April 2004.
Jabatan ini berakhir pada 21 November 2005.[2]
Di depan Anura
Bandaranaike, Rajapaksa dipilih sebagai calon presiden dari SLFP untuk
pemilihan presiden 17 November 2005.
Calon yang dihadapi adalah Ranil
Wikremasinghe yang juga mantan Perdana Menteri Sri Lanka.
Dengan 4,88 juta suara (50,3%) pemilih, ia menyisihkan calon presiden Ranil
Wikremasinghe yang memperoleh 4,69 juta suara. Ketua Komisi Pemilu Dayananda
Dissanayake menandaskan, Rajapaksa memenangi 180.786 suara lebih besar dari
saingannya. Ia memperoleh 50% lebih, sehingga tidak perlu ada pemilu ulang.
Pengumuman kemenangan tersebut dilakukan pada saat ulang tahunnya yang ke-60
pada 18 November 2005dan disumpah pada 19 November 2005.
Pada 3 Februari 2007, ia
mengajukan tawaran bergabung bersama pemerintah kepada para pemberontak Macan
Tamil untuk melanjutkan perundingan damai secara langsung dan mengajak Aliansi Nasional
Tamil (TNA) bergabung bersama pemerintah untuk memecahkan
konflik berkepanjangan (4 Februari 2007). Ia juga meminta Macan mulai
meletakkan senjata.
Ideologi Srilanka adalah
Sosialis Demokratik. Sosialis demokratik mendukung sosialisme sebagai suatu
dasar untuk ekonomi dan demokrasi sebagai suatu prinsip pengaturan. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata produksi adalah milik seluruh populasi dan bahwa
kuasa atau tenaga politis berada di tangan rakyat secara demokratis melalui suatu
persemakmuran (commonwealth) atau republik yang bersifat koperasi sebagai suatu
wujud status negara dari swatantra, pemerintahan sendiri.
2.
Birokrasi di Sri Lanka Terkait Kebebasan Pers
Sri Lanka adalah Negara yang demokrasi artinya bebas atau tidak terikat oleh
pemerintah. Masyarakat bebas menyalurkan aspirasinya tetapi dengan cara yang
tepat. Sesuai Konstitusi Sri Lanka, Pemerintah Sri Lanka menjamin kebebasan
berekspresi, termasuk kebebasan pers. Namun pada prakteknya, Pemerintah tidak
sepenuhnya membuka kebebasan tersebut dengan alasan keamanan nasional. Sejak
tahun 1998, setelah terjadinya serangan Liberation of Tamil Tigers Eelam (LTTE)
yang cukup mengganggu stabilitas politik, ekonomi dan sosial[3], Pemerintah Sri
Lanka menyatakan bahwa negara dalam keadaan darurat dan kemudian menutup
seluruh akses bagi media lokal maupun internasional untuk peliputan berita yang
berhubungan dengan masalah militer dan polisi. Selain itu juga diberlakukan
censorship untuk semua pemberitaan lokal maupun internasional yang berkaitan
dengan operasi militer dan keamanan. Pada tahun 2002 ketika disepakati
perjanjian gencatan senjata antara Pemerintah dan LTTE, semua kebijakan yang
terkait dengan kondisi darurat dibatalkan. Namun pada Desember 2004 ketika
terjadi bencana tsunami besar yang juga mengimbas Sri Lanka, Pemerintah kembali
memberlakukan kebijakan untuk kondisi darurat walaupun waktu itu tidak
memasukkan sistem sensor pers.
Pada beberapa
kesempatan, Pemerintah selalu menyatakan bahwa kebijakan censorship tidak ada,
tetapi pada prakteknya, pers kesulitan memperoleh akses informasi dan mengalami
tekanan/ancaman apabila menyuarakan aspirasinya. Tetapi kemudian pada tanggal
28 September 2006, Kementerian Pertahanan menyampaikan edaran bahwa seluruh
liputan pemberitaan harus diperiksa terlebih dahulu oleh Media Centre for
National Security (MCNS) untuk diklarifikasi atau dikonfirmasi. Hal ini untuk
menjamin stabilitas pertahanan dan keamanan terkait dengan pemberitaan yang
akan disebarluaskan. Kementerian Pertahanan juga menyampaikan bahwa metode ini
bukan merupakan censorship.
Untuk memfasilitasi
hubungan dengan pers, pada Oktober 2003 Pemerintah membentuk Press Complaints
Commission of Sri Lanka (PCCSL), yang bertanggung jawab melindungi individu
warga negara/organisasi yang dirugikan oleh pers. Individu warga negara maupun
organisasi yang merasa dirugikan atau terkena dampak negatif dari pemberitaan
pers, dapat mengajukan keberatannya, sehingga kemudian PCCSL dapat melakukan
investigasi dan mengoreksinya. PCCSL merupakan bagian dari Sri Lanka Press
Institute (SLPI), sebuah organisasi semi pemerintah yang bertujuan meningkatkan
profesionalisme jurnalisme, menetapkan standar jurnalisme yang profesional dan
memperjuangkan aspirasi reformasi media.
3.
Pengembangan kerja sama RI-SL
Secara historis,
Indonesia dan Sri Lanka memiliki ikatan yang erat. Kerajaan-kerajaan Budha kuno
yang ada di Indonesia sebagian berasal dari Sri Lanka. Populasi keturunan
Melayu di Sri Lanka mengklaim bahwa nenek moyang mereka berasal dari Indonesia
khususnya Jawa. Terdapat berbagai kelompok keturunan Melayu yang berupaya
melestarikan seni budaya Melayu, di antaranya Sri Lanka Malay Association
(SLMA), Kumpulan Melayu Kotikawatte, Sri Lanka United Malay Organization, Kandy
Malay Association, Kumpulan Melayu Battaramulla, Sri Lanka Malay
Confederation, Mabole Malay Association, Sri Lanka Malay Association Rupee
Fund, Gampola Malay Association, Persatuan Kampong Melayu Hunupitiya, Hill
Country Malay Association Kelompok-kelompok tersebut berbentuk organisasi
formal dengan berbagai aktivitas.
Hubungan bilateral
Indonesia-Sri Lanka berjalan baik, meskipun masih banyak potensi kerja sama
yang belum dieksplorasi. Meskipun hubungan kedua negara cukup erat pada tingkat
people to people contact, yang diwujudkan oleh kegiatan-kegiatan KBRI Colombo
dan masyarakat Indonesia di Sri Lanka dengan Sri Lanka-Indonesia Friendship
Association (SLIFA) dan Sri Lanka-Indonesia Business Council (SLIBC), namun
dalam tataran yang lebih tinggi, terdapat kendala yang cukup besar yaitu
penempatan Sri Lanka dalam kelompok negara yang rawan secara
ipoleksosbudhankam. Hal ini menyebabkan proses pemberian visa Indonesia kepada
warga negara Sri Lanka menjadi lebih panjang dan berliku-liku, yang pada
gilirannya kurang kondusif bagi kunjungan warga negara Sri Lanka ke Indonesia.
Dengan selesainya
konflik internal Sri Lanka maka Sri Lanka menjadi lebih kondusif untuk
investasi maupun wisata. Dalam berbagai fora internasional, Indonesia dan Sri
Lanka bersama-sama memperjuangkan kepentingan kolektif seperti pemajuan HAM,
pemberantasan terorisme dan kejahatan lintas negara, pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) dan sebagainya.
Sejak tahun 1977,
program KTNB yang berbentuk pendidikan dan latihan kejuruan yang ditawarkan
oleh pemerintah Indonesia bekerjasama dengan JICA (Jepang) kepada pemerintah
Sri Lanka telah disambut baik dengan mengikutsertakan para pejabat pemerintah
terkait yang memiliki dan memenuhi Kriteria/persyaratan yang diperlukan. Setiap
tahunnya antara 8 s/d 12 orang pegawai Sri Lanka telah mengikuti pendidikan dan
latihan tsb diatas dalam berbagai bidang. Pelaksanaan KTNB telah berhasil
mempererat hubungan bilateral dan kerjasama ekonomi kedua Negara. Sementara
itu, untuk tahun 2009, Sri Lanka telah mengirimkan pejabat-pejabatnya untuk
mengikuti training program antara lain:
1. Program “Development
Training Course of Artificial Insemination on Dairy Cattle”, Singosari Malang,
16 February – 15 March 2009.
2. International Workshop
on Women Empowerment in Information Technology, Jkt, 23-28 Maret 2009
3. The “International
Training Program on Intensive Shrimp Culture for Asian Countries” to be held in
Jepara, in May 2009
4. The “International
Training Workshop on Development of Renewable Energy: Micro Hydro Energy End –
Use Productivity for Rural Economic Development” to be held in Bandung, West
Java – Indonesia from 2-9 June 2009
5. International Workshop
on Disaster Risk Management for Asia Pacific Countries: Consultative Expert
Meeting, Jakarta, Indonesia, 9-11 Juni 2009 dan Program
Training Course on Geoinformatika for Natural Hazard Management and Disaster
Risk Reduction di Cibinong, Bogor dan Jogjakarta, 8 Juni sd 27 Juli 2009.
Indonesia dan Sri Lanka
telah menanda tangani beberapa Nota Kepahaman (MOU), antara lain dibidang Kerjasama
Ekonomi dan Tehnik, Perjanjian Promosi dan Perlindungan Investasi yang ditanda
tangani pada saat kunjungan Menteri Luar Negeri Sri Lanka ke Indonesia pada
tanggal 9-12 Juni 1996, dibidang Pertanian tahun 2004 tentang P3B, pembentukan
Komisi Bersama RI-Sri Lanka, dan kerjasama memerangi terorisme (Oktober 2007 di
New York).
4.
Konflik yang Terjadi di Sri Lanka
Perang saudara di Sri
Lanka sejak 1983 berakhir 2009, dengan kemenangan pasukan pemerintah atas
gerilyawan Macan Tamil Eelam. Pada saat kekalahan itu, tokoh-tokoh Macan Tamil
seperti Vellupilai Prabhakaran dan Charles Anthony tewas di front timur
Killinochi dan Mullaitivu. Perang selama seperempat abad lebih dengan korban
jiwa 78.000 tersebut, memang menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda.[4]
Konflik sektarian antara
etnik mayoritas Sinhala dan etnik minoritas Tamil, akibat etnik minoritas Tamil
merasa merasa tersisih oleh penetapan bahasa nasional Sinhala dan agama Buddha
sebagai agama resmi Sri Lanka. Dengan penetapan tersebut minoritas Tamil pemeluk
Hindu dan berbahasa Tamil merasa terpojok dan tidak diadilkan sebagai bangsa
Sri Lanka.Dampaknya adalah konfrontasi politik disertai
konflik bersenjata yang berlarut-larut sekitar seperempat abad. Adalah mendiang
Vellupilai Prabhakaran yang mengangkat senjata melawan ketidakadilan politik
buatan mayoritas Sinhala dukungan pemerintah.
Perang
gerilya terjadi di berbagai kantong etnik Tamil di selatan, utara dan timur
negara pulau tersebut. Pusat pertahanan Macan Tamil Eelam di utara -
Semenanjung Jaffna. Adalah Komisi Soulsbury (dari Inggris) yang menjelang
kemerdekaan Sri Lanka menetapkan keputusan penting yang dianggap fair, karena
etnik Sinhala dan pemeluk Buddha adalah etnik dan agama mayoritas bangsa Sri
Lanka.
Namun,
penolakan etnik Tamil menyebabkan konflik di Sri Lanka terus berlarut selama 28
tahun lebih itu, menelan korban jiwa serta harta benda yang cukup besar. Posisi
Sri Lanka sebagai pusat wisata di selatan India juga terganggu, karena
menurunnya jumlah kunjungan turis asing. Dampak perang saudara yang
berkepanjangan tersebut tetap membekas di batin kedua pihak, sehingga masih
sering terjadi balas dendam dan kerusuhan baru, sewaktu-waktu. Tantangan yang
harus dijawab dengan dukungan data adalah benar-tidaknya kekerasan fisik dan
pelanggaran HAM pada pertempuran terakhir kedua pihak pada Februari 2009. Dalam
versi netral, Pemerintah Kolombo bisa membela diri, dengan alasan dalam
pertempuran tersebut pasti kedua pihak (Pemerintah dan Macan Tamil) harus
saling bertahan. Terutama pemerintah agar simbol-simbol nasional, yakni
kedaulatan dan Pemerintah Sri Lanka. Jadi, setiap gerakan separatisme harus
ditentang baik ideologis maupun fisik.
Komisi
HAM PBB, pada April 2011, menetapkan penelitian para korban pertempuran
terakhir Macan Tamil versus pasukan pemerintah Februari 2009 di Killinochi,
pusat pertahanan LTTE di timur laut. Banyak versi tentang jatuhnya korban
masyarakat sipil. Menurut pemerintah, Macan Tamil mengerahkan
ribuan rakyat sebagai perisai hidup untuk bertahan. Sebaliknya, ada laporan
bahwa semuanya terjadi akibat serangan besar-besaran pasukan pemerintah,
sehingga ribuan rakyat etnik Tamil tewas. Laporan lainnya menyatakan,
pada pertempuran terakhir selama dua bulan, terdapat korban rakyat sipil 2.000
orang, dan terluka 4.000 orang. Malahan, ada laporan yang menyatakan Macan
Tamil membawa 330.000 rakyat sipil sebagai perisai menghadapi serbuan pasukan
pemerintah.[5]
Kini,
dampak perang masih terus berjalan terutama berlangsungnya isu penculikan dan
orang hilang. Tentu tudingan segera diarahkan kepada pemerintahan Presiden
Mahinda Rajapaksa. Presiden Rajapaksa sudah bertekad menghabisi perlawanan
Macan Tamil Eelam sayap gerilya militan yang disinyalir masih tersisa di
kantong-kantong pertahanan timur serta utara-Semenanjung Jaffna. Penduduk Srilanka 18
juta, dengan mayoritas Sinhala 69,4 persen. Minoritas Tamil Sri Lanka dan Tamil
India 22,7 persen (masing-masing 11 persen). Sisinya etnik Moor 6,4 persen,
Burghers, dan Melayu 1,6 persen. Gesekan-gesekan antarkedua etnik masih sering
terjadi, Penculikan dan orang hilang sering terdengar, meskipun Komisi HAM
Internasional dan PBB sudah mengintervensi agar hal-hal negatif
mereda-berkurang.
Pemberontakan Tamil
sejak 1983, diawali bentrokan etnik Tamil-Sinhala di ibu kota Kolombo,
berlanjut ke kantong-kantong Tamil di utara dan timur laut. Pemimpin Tamil
Eelam, Velupilai Prabahakaran, yang enerjik sepak terjangnya. Menurut penulis
War or Peace in Srianka, TDSA Dissanayaka, gerakan separatis berawal dari
penetapan konsitusi bahwa bahasa dan agama resmi Srilanka adalah Sinhala dan
Buddha. Komisi Soulsbury untuk mengalihkan kekuasaan dari Inggris, ternyata
menetapkan UU 1956 yang menyatakan Sinhala adalah bahasa resmi negara. Padahal,
pada era kolonial, kaum Tamil banyak menjadi pemuka pemerintahan di berbagai
bidang, termasuk menguasai ekonomi dan perdagangan[6].
Pemicu utamanya ketika
baru merdeka, anggota Kongres Tamil, GG Ponambalan, mengusulkan kepada Komisi
Soulsbury, agar jumlah anggota parlemen yang dibentuk harus berbanding sama
50:50 dan 50 (untuk Sinhala, Tamil dan minoritas lainnya termasuk Kristen
Sinhala). Usul ini ditolak Lord Soulsbury dengan mengatakan, mayoritas bangsa
adalah Sinhala. Latar belakang sejarah konflik ini demi memahami begitu lamanya
penentangan Tamil Eelam.
Pertempuran hebat antara
LTTE dan Tentara Sri Lanka pada akhir Januari 2009, mereda dengan korban
sekitar 52 orang dari sekitar 250.000 warga sipil yang terkepung di
Kilinochchi, front pertempuran baru, di timur laut.[7] Ternyata, konflik berlarut
hingga awal 2012 masih meresahkan komunitas negara pulau dan pusat wisata
terkenal itu. Keresahan baru muncul setelah dua tokoh, yakni Lalith Kumar
Weerajai dan Muragananthan lenyap bagi ditelan bumi, sejak 9 Desember 2011.
Menyusul hilangnya kedua tokoh, muncul demonstrasi di Kolombo pada 9 Januari
2012. Weerajaj dan Murugannthan, yang disebut sebagai pihak yang
berdemonstrasi, mempertanyakan hilangnya para tokoh Tamil Sri Lanka. Mereka
yang hilang itu sebelumnya diinterogasi pemerintah. Lalith Kumar dan
Murugananthan sebelumnya berada di pusat etnik Tamil di Semenanjung Jaffna di
utara.[8]
Kedua pihak menolak
tudingan bahwa para korban adalah target tembakan mereka, termasuk penolakan
bahwa tentara maupun demonstran telah menggunakan bom renteng. Sejak jatuhnya
Jaffna tahun 2006 basis pertahanan LTTE, kejayaan militer separatis Sri Lanka
memudar. Pada 2002, sudah dimulai gencatan senjata dan upaya perdamaian, yang
dimediasi oleh kuartet Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Norwegia.
Gencatan senjata 2002- CFA-Ceasefire Agreement, dimediasi Norwegia. Pada saat
itu juru damai Kuartet mengerahkan 37-57 anggota delegasi yang tangguh.
Sayangnya Macan Tamil marah, karena AS maupun Uni Eropa menuduh bahkan melarang
LTTE sebagai kelompok terganas di Asia Selatan. Macan Tamil lalu memulai perang
baru tahun 2006 bertema Eelam War IV-Perang Eelam Tahap IV.
Kolombo, yang
mengungguli perang pada akhir Januari-awal Februari 2009 di Mullaitivu,
menganggap musuhnya Macan Tamil sudah sekarat. Tadinya Provinsi Mullaitivu dan
Klilinochchi (sekitar1.000 km2) dikuasai LTTE. Namun, akibat serangan total Sri
Lanka, kini wilayah Macan Tamil tinggal 30 km2.Kejayaan tiga dekade Macan Tamil
Eelam bergerilya dan bertempur, mulai merosot. Pemimpin LTTE, Velupilai
Prabahakaran, yang didewakan, berwibawa dan amat ditakuti, juga kabur. Dugaan,
dia menyamar ke Thailand atau Malaysia, ke kantong-kantong etnik Tamil yang
selama ini membiayai perang separatis di Sri Lanka. Di Kolombo mendiang Menlu
Laskhman Kadirgamar (keturunan Tamil yang terbunuh oleh Macan Tamil tahun 2004)
mengisahkan penyebab konflik etnik berlarut. Penulis atas rekomendasi Uskup
Agung Sri Lanka, Fernando, bisa memasuki markas Tamil di Trincomale, Batticaloa
dan Mullaitivu, pada akhir 1999.
Setelah perjanjian
perdamaian di batalkan, dengan segera keadaan menjadi semakin buruk. Hal
ini dipicu setelah kembalinya Karuna dari penahanannya di Inggris. Karuna
langsung aktif dalam perpolitikan dengan bergabung di Tamil Makkal Viduthalai
Puligal (TMVP), salah satu organisasi bangsa Tamil. Karuna berhasil memenangkan
suara dan membawanya bergabung dengan parlemen. Pada Januari 2009,
pemerintah menyerang tentara LTTE di distrik Mullaitivu yang banyak terdapat
rakyat sipil sehingga mengakibatkan 300.000 orang terjebak dalam lokasi
peperangan dimana akses air dan makanan sangat terbatas. Pada tanggal 13 Maret
2009 PBB menyampaikan keprihatinannya terhadap situasiyang terjadi di sana, dan
meminta kepada kedua belah pihak untuk mengizinkan masuknya bantuan
kemanuasiaan, tapi pemerintah menolak untuk berhenti sejenak dari peperangan.[9]
Dalam
peristiwa ini PBB mengindikasikan sekitar 7.500 orang meninggal dan lebih dari
15.000 orang yang terluka antara pertengahan Januari sampai awal Mei. Pada minggu terakhir
peperangan, di awal Juni media melaporkan sekitar 20.000 orang meninggal tetapi
kabar ini di bantah oleh pemerintah. Mei 2009, pemerintah mengumumkan
kemenangannya dengan menunjukkan foto jasad pemimpin LTTE, Velupillai
Prabhakaran. Prabhakaran tewas ketika berusaha melarikan diri dari perang
bersama dua orang deputinya.Mereka menggunakan mobil ambulans untuk keluar dari
daerah konflik, tetapi tentara pemerintah berhasil meroket mobil
tersebut.Dengan kekalahan dari pihak LTTE ini, tentara yakin bahwa mereka telah
berhasil menghentikan gerakan seperatise yeng terjadi selama 25 tahun ini.
Meskipun demikian,
banyak juga pihak yang merasa bahwa konflik bersenjata dapat terjadi lagi
sewaktu-waktu. Konflik yang terjadi di Srilanka sama seperti konflik yang
terjadi di Aceh. Dan walaupun membutuhkan waktu, Indonesia berhasil
menyelesaikan konflik tersebut dengan jalur diplomasi, dengan mendapatkan
bantuan dari mediatornya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sri Lanka adalah Negara
yang beribukotakan Kolombo. Sri Lanka terletak di benua asia tepatnya di asia
selatan. hingga tahun 1972 dunia Internasional menyebut negara ini dengan nama
Ceylon. ibu kota negara ini adalah Kolombo. lagu kebangsaan Sri Lanka adalah
Sri Lanka Matha. bentuk pemerintahan negara ini adalah President dan perdana
mentri. mata uang negara ini Rupee. kemerdekaan Sri Lanka 4 February 1948 dari
tangan Britania Raya. gambar bendera negara ini adalah singa berbadan naga
dengan memegang pedang. negara ini menjadi salah satu negara dengan
penghasil teh terbesar di dunia.
Bentuk pemerintahan nya
adalah sosialis demokratik dan sri lanka menganut system multipartai. Sistem
politik Sri Lanka sesuai dengan Konstitusi 1978 yaitu memberlakukan
sistem pemerintahan “Executive President” yang
memberikan wewenang tidak terbatas kepada Presiden. Pembagian
kekuasaan kedalam Lembaga Eksekutif, Lembaga Legislatif dan Lembaga
Yudikatif. Adapun presiden Sri Lanka yang sekarang yaitu Mahinda Rajapaksa
sedangkan perdana mentrinya yaitu Ratnasiri Wickramanayake.
Seperti Negara Negara di
kawasan asia selatan lainnya Sri Lanka juga tak terbebas dari konflik. Konflik
yyang paling frontak di Sri Lanka adalah konflik internal mereka dengan macan
tamil(LTTE). Pada Februari 2002 dengan bantuan mediasi Norwegia, kedua pihak
mencapai persetujuan gencatan senjata. Tetapi konflik militer terus meningkat
sepanjang tahun 2006 dan kemudian Pemerintah Sri Lanka berhasil merebut kembali
wilayah Tricomalee yang sebelumnya dikontrol oleh Macan Tamil. Pada Januari
2008, Pemerintah membatalkan persetujuan gencatan senjata dan situasi terus
menegang. Konflik ini memakan banyak sekali korban jiwa.
Mempelajari konflik etnis yang terjadi di Sri Lanka, perubahan
yang terjadi mungkin saja bersifat gradual, lamban, membutuhkan waktu panjang
dan mungkin pula menemukan jalan buntu. Jika proses seperti ini terjadi,
pihak-pihak yang bertikai dan pihak ketiga yang dimintakan jasa-jasa baiknya,
seyogyanyalah mengidentifikasi sebuah formula yang dapat diterima semua pihak
yang bertikai, dinegosiasikan. Dan yang penting, mendedikasikan diri mereka
yang bertikai secara politik pada suatu proses penyelesaian damai,
mengelola faktor pengganggu yang ingin menghambat proses perdamaian.
Konflik etnis
sebagaimana terjadi di Sri Lanka, penyelesaian secara integratif nampaknya akan
sulit dipahami oleh masing-masing pihak akan tetapi solusi semacam federalisme,
otonomi yang luas, pembagian kekuasaan serta menghindari kekerasan antar-etnis
merupakan jalan keluar yang perlu dipikirkan. Memanfaatkan tokoh-tokoh nasional
dan internasional yang berpengaruh dan dapat diterima masing-masing pihak
merupakan cara penyelesaian yang bisa dipikirkan pula. Penyelesaian pertikaian,
mediasi, dan, jika perlu, renegosiasi. Persamaan hak dan demokrasi serta
menciptakan ruang politik bagi negosiasi lanjutan dan akomodasi politik
merupakan cita-cita bangsa Sri Lanka.
Dunia mengharapkan Sri
Lanka yang salah seorang pemimpin besarnya adalah juga pencetus ide Konperensi
Asia Afrika bersama tokoh-tokoh nasional lainnya di kawasan Asia dan Afrika.
Dunia tentu ingin Sri Lanka kembali berdiri di depan menyuarakan kemerdekaan,
kebebasan, dan demokrasi sebagaimana dicita-citakan semua Negara di dunia ini.
Daftar Pustaka
Abu Su'ud. 1989. Sejarah Bangsa-Bangsa Asia Selatan.
Jakarta: Depdikbud.
Miall, Hugh, Oliver Ramsbotham, dan Tom
Woodhouse, 2002. Resolusi Damai Konflik
Kontemporer: Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola, dan Mengubah konflik, Bersumber
Politik, Sosial, Agama dan Ra. Jakarta: Rajawali Pers.
Rupesinghe,
Kumar, Khawar Mumtaz. 1996. Internal
Conflicts in South Asia. London: Sage Publications
Supriyadi,Y.2006. Disintegrasi India. Yogyakarta: Kalika.
_________.1990. Negara dan Bangsa. Jakarta : PT.
Widyadara.
Tuti Nuriah
Erwin. 1990. Asia Selatan
dalam Sejarah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
SIPRI melaporkan konflik di Assam,
Kashmir, dan Sri Lanka di bawah kategori “Konflik
Bersenjata Besar” pada 1999. lihat SIPRI Yearbook 2000: Armaments,
Disarmament and International Security, New York: Oxpord University Press,
2000.
http://id.wikipedia.org/wiki/sri_langka (kamis,
19 Desember 2013, 22.00)
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/09/02/05/29503-konflik-srilanka-telan-52-korban-sipil
- (19 Desember 2013)
http://www.antaranews.com/berita/1253127773/pejabat-pbb-kunjungi-sri-lanka-dorong-penyelidikan-ham.
(19 Desember 2013)
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/sri_langka (kamis,
19 Desember 2013, 22.00)Abu Su'ud.
1989. Sejarah Bangsa-Bangsa
Asia Selatan. Jakarta: Depdikbud.
[3] Tuti Nuriah Erwin. 1990. Asia Selatan dalam Sejarah.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
[4] Abu Su'ud. 1989. Sejarah
Bangsa-Bangsa Asia Selatan. Jakarta: Depdikbud.
[5] http://www.antaranews.com/berita/1253127773/pejabat-pbb-kunjungi-sri-lanka-dorong-penyelidikan-ham.
(19 Desember 2013)
[6] Rupesinghe,
Kumar, Khawar Mumtaz. 1996. Internal
Conflicts in South Asia. London: Sage Publications
[7] http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/09/02/05/29503-konflik-srilanka-telan-52-korban-sipil
- 19 desember 2013
[8] Ibid.,
[9]
Miall,
Hugh, Oliver Ramsbotham, dan Tom Woodhouse, 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola,
dan Mengubah konflik, Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ra. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sri lanka adalah bekas koloni Inggris yang merdeka tahun 1949
BalasHapus